22 Agustus 2009

Kurindu Tempat Itu

Tempat itu cukup besar, berada diantara luasnya hamparan pesawahan yang membentang dari Timur ke Barat, dari Selatan ke Utara. Tempat itu pun cukup nyaman. Nyaman karena angin senjanya yang selalu memberikan setitik inspirasi bagi manusia yang terjebak dalam rutinitas. Yah, empat itu adalah tempat yang saya rindukan hari ini.

***

Sekitar tiga tahun lalu, seorang dosen menawarkan saya dan teman seangkatan untuk menghadiri satu acara di sebuah tempat di selatan Bogor. Tanpa pikir panjang, saya pun menyetujui tawaran dari dosen tersebut. Akhir minggu, saya dan kawan-kawan berangkat menuju tempat itu. Dosen yang menjanjikan akan menjadi guide kami tak nampak batang hidungnya. Kami pun menjadi manusia-manusia terlantar di stasiun yang penuh kerumunan orang. Tak dinyana, seseorang yang asing tapi terasa kenal menanyakan hendak kemana kami. Satu diantara kawan menjawab, kami akan menuju satu tempat di selatan bogor. Dan ternyata, orang itu pun mempunyai tujuan yang sama. Kami pun mengikuti dia seperti bebek-bebek yang mengikuti induknya.

Disepanjang jalan, saya mencoba menghafal setiap jalur yang dilakui angkot yang kami naiki. Dan tak terasa kami sampai di sebuah kampung yang masih memiliki hamparan sawah yang hijau. Sungai yang masih jernih, serta cerita-cerita sejarah yang konon membuat pikiran merasa aneh karena tak masuk diakal.

***

Beberapa hari berlalu, tak disangka seorang senior mengajak saya untuk membantunya menelusuri jejak-jejak kampung tersebut lewat obrolan-obrolan, naskah-naskah, serta memori kolektif yang masih menempel di kepala warganya. Tanpa berpikir dua kali, saya pun menyanggupi ajakan itu.

***

Hari berganti, dan bulan demi bukan kami lalui. Kami berusaha untuk menjadi manusia yang sedikit teliti, yah, karena kami sedang berusaha untuk menelusur ke dalam alam pikiran dan tradisi kolektif sebuah pikiran dari peradaban yang lampau. Kami telusuri secara perlahan, membaca ulang bahkan terkadang menafsir ulang semua cerita dan pendapat yang kami terima. Cukup mengejutkan memang, cerita yang kami dengar hadir dari sebuah penjagaan warga terhadap ruang kosong yang bernama tradisi, sebuah hal yang mengagetkan. Karena tatkala tradisi sudah dianggap sampah dan tak berguna, ternyata masih ada komunitas yang mau menjaganya.

***

Tahun telah berganti, hari ini sehari setelah setiap orang tiba-tiba menjadi pendosa baru, rasa rindu terhadap kampung itu hinggap. Entah karena apa! Ingatan tentang tempat itu mendadak masuk kedalam ruang ingatan. Tempat yang dahulu hanya dikenal oleh segelintir orang, kini telah berkembang dengan pesat, menjadi daya tarik dari eksotika gunung salak yang berdiri gagah disampingnya dan berdiri diatas hamparan kota Bogor yang hidup saat gelap menyapanya.

Rasa rindu ini begitu kuat, rindu pada pemandangan sawah yang hijau membentang, rindu pada air sungai yang mengalir, rindu pada suasana senja pegunungannya, rindu pada nikmat kopinya yang khas di malam hari, rindu pada angin gunung yang berhembus, rindu pada masakan seorang ibu, rindu pada para penari yang selalu tersenyum, rindu pada ama, abah, umi, amang dan babeh, rindu pada suasana malam yang membuat saya harus mengepulkan asap melalui mulut, dan juga rindu pada obrolan-obrolan hangat menjelang tidur dari kakak-kakak yang telah sibuk dengan rutinitasnya.

Yah, setumpuk kerinduan yang tiba-tiba menyelinap dalam ingatan dan mencoba untuk dipenuhi. Kerinduan yang mungkin dating karena telah lama tak saya hinggapi tempat itu. Tempat yang membuat saya tahu, mengerti serta sadar bahwa saya adalah makhluk kecil yang berdiri diantara putaran kosmos kehidupan. Juga tempat dimana nilai semua rutinitas terasa mengendap ketika angin pagi menyapa saat bangun tidur.